Selasa, 08 Oktober 2019

Pedasnya cabai jadi pendongkrak inflasi di Indonesia


Cabai merupakan salah satu komoditas pangan strategis yang memiliki potensi yang dapat memberikan keuntungan yang tinggi bagi pelaku-pelaku usaha di Indonesia. Komoditas ini juga menjadi salah satu komoditas penyumbang bahkan pendongkrak inflasi karena fluktuasi harganya yang bersifat musiman dimana potensi kenaikan harga terjadi pada saat iklim ekstrim, yaitu penghujan dan kemarau yang panjang, serta moment Hari-Hari Besar Keagamaan Nasional seperti Bulan Puasa, Natal dan Tahun Baru.

Musim kemarau panjang yang melanda sebagian besar wilayah Indonesia saat ini dan diperkirakan masih akan berlanjut hinggga akhir Bulan September (Perkiraan BMKG), memicu produksi cabai menurun, sementara permintaan masyarakat akan cabai cukup tinggi. Produksi yang menurun dan permintaan yang tinggi menyebabkan kenaikan harga. Kenaikan harga ini bisa menjadi penyumbang inflasi.

Berdasarkan prognosa produksi dan kebutuhan nasional Tahun 2019 (Update Agustus 2019) hasil perhitungan Kementerian Pertanian, untuk cabai merah besar produksi mengalami penurunan sejak Bulan April dan masih rendah hingga Bulan September. Begitupula cabai rawit mengalami penurunan produksi pada bulan Juni. Kondisi ini menyebabkan neraca domestik nasional defisit pada bulan Juni dan menurun pada bulan-bulan berikutnya.

Dari pantauan Badan Pusat Statistik (BPS) selama bulan Juni hingga Agustus, di tingkat eceran harga cabai rawit merangkak naik, dengan kenaikan mencapai 101,13% atau rata-rata 8,43%/minggu. Begitu juga dengan harga cabai merah yang mengalami kenaikan mencapai 71,71% dengan rata-rata kenaikan 5,98%/minggu. Puncak harga tertinggi terjadi pada minggu ketiga Agustus, yaitu untuk cabai rawit mencapai Rp 77.110/kg dan cabai merah mencapai Rp 76.356/kg

BPS mencatat inflasi selama Bulan Juli 2019 sebesar 0,31 persen, angka ini lebih rendah dibandingkan Bulan Juni 2019, yaitu 0,55 persen. Dari 82 kota IHK yang dilakukan pemantauan, sebanyak 55 kota mengalami inflasi. Sedangkan 27 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi dialami di Sibolga sebesar 1,88 persen, sedangkan terendah, yaitu Makasar sebesar 0,01 persen. Pedasnya cabai jadi pendongkrak inflasi terbesar. Kenaikan harga cabai merah bulan Juli memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,20 persen dan kenaikan harga cabai rawit menyumbang andil inflasi sebesar 0,06 persen. Terjadi peningkatan alokasi pengeluaran/belanja rumah tangga untuk membeli cabai mengingat harga cabai yang cukup tinggi, Kebiasaan masyarakat yang kerap mengonsumsi cabai segar berkontribusi terhadap tingginya harga cabai di dalam negeri.

Dampak dari inflasi dapat mempengaruhi perekonomian suatu negara. Tak heran, pemerintah melalui Kementerian Pertanian berupaya untuk menjaga laju inflasi agar tetap terkendali, salah satunya menjaga kestabilan harga cabai nasional. Upaya pemerintah dalam menjaga kestabilan diantaranya melalui operasi pasar di daerah-daerah, gelar pangan murah, pemberian benih cabai kepada masyarakat dan hadirnya Toko Tani Indonesia dalam menyediakan pasokan cabai dan memangkas rantai pasok yang panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar